Assalamu'alikum wr.wb

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

Selasa, 09 Agustus 2011

What is Interpol?

Disini saya akan membagi informasi tentang Organisasi terbesar ke-2 yaitu ICPO-Interpol. Bagi yg belum tau dan masih bertanya-tanya apa itu Interpol silahkan di simak.. Enjoyy!!



 Sebelum berbicara lebih jauh, saya ceritakan dahulu latar belakang berdirinya Interpol.

Saat ini, perkembangan globalisasi sudah sangat cepat, sangat besar dan menyebar. Orang bisa saja pada pagi hari sarapan di Indonesia, makan siang di Arab, makan malam sudah di Eropa. Begitu juga segala berita yang terjadi saat ini, detik ini bisa diketahui di belahan dunia pada detik itu juga. Hal ini karena teknologi yang semakin berkembang dan semakin canggih. Sayangnya, kecanggihan teknologi informasi komunikasi ini juga dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk berbuat kejahatan. Orang bisa saja berbuat kejahatan di suatu negara kemudian lari ke negara lain tanpa bisa dilacak keberadaannya. Hal ini karena aparat penegak hukum (dalam hal ini polisi) terikat pada ketentuan hukum suatu negara dan kedaulatan negara tidak bisa seenaknya ditabrak oleh polisi dari negara lain. Karena kesamaan kepentingan dan kesadaran bahwa kejahatan transnasional ini harus diberantas dan diperangi itulah, diperlukan suatu kerjasama internasional kepolisian. Dan disinilah Interpol ada, untuk mengakomodir dan mengkoordinasikan kerja sama-kerja sama kepolisian baik secara bilateral, multilateral maupun internasional. Berbagai bentuk kerja sama yang bisa dilakukan misalnya pertukaran informasi kriminal, penyelidikan, investigasi gabungan, pencarian buronan untuk ekstradisi, mutual legal assistance in criminal matters (MLA), pendidikan dan latihan, seminar, workshop, bantuan teknis dan lain-lain.


Kembali ke Interpol, sebenarnya nama lengkapnya adalah ICPO-Interpol yaitu International Crime Police Organization. Karena terlalu panjang, makanya disingkat Interpol. Jadi Interpol bukanlah International Police. ICPO-Interpol merupakan organisasi terbesar kedua di dunia setelah PBB dengan jumlah anggota 188 negara. ICPO-Interpolmemiliki markas di Lyon, Perancis. Di dalam bekerja, ICPO-Interpol mempunyai prinsip untuk tidak melibatkan atau melaksanakan kegiatan yang menyangkut bidang politik, militer, agama dan ras. ICPO-Interpol memiliki prioritas kejahatan yang harus ditangani segera yaitu kejahatan finansial dan teknologi tinggi, keamanan masyarakat dan terorisme, narkoba dan kejahatan terorganisir, perdagangan manusia, pencarian buronan dan korupsi. Untuk memudahkan kerja, ICPO-Interpol membuat notices-notices yang terdiri dari individual notices, special UN notices dan stolen property notices. Individual notices terdiri dari :

1. red notices untuk mencari dan menangkap tersangka/terpidana,

2. blue notices untuk mengumpulkan identitas seseorang,

3. green notices untuk memberi peringatan dan intelijen kriminal tentang pelaku kejahatan,

4. yellow notices untuk melacak orang hilang,

5. black notices untuk mengidentifikasi mayat yang tidak diketahui identitasnya,

6. orange notices untuk memberi peringatan tentang ancaman.

Sedangkan UN special notices diperuntukkan bagi pihak-pihak yang terlibat kelompok/jaringan internasional seperti Al-Qaeda, Taliban. Jika ingin melihat contohnya silahkan lihat disini http://www.interpol.int/Public/NoticesUN/. Di dalam berkomunikasi sehari-hari dengan negara-negara anggota, ICPO-Interpol menggunakan jaringan khusus yang dinamakan I-24/7. “I” berarti Interpol, “24” berarti 24 jam sehari dan “7” berarti tujuh hari seminggu. Artinya jaringan Interpol ini bekerja selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu karena perbedaan waktu di beberapa negara yang menuntut agar ada alat yang bisa digunakan setiap saat dan tidak pernah istirahat. Disamping jaringan I-24/7, kita juga memiliki jaringan e-ADS (Asean Database System) yang menghubungkan kepolisian negara-negara anggota Asean. Saat ini, di seluruh polda di Indonesia juga telah terpasang jaringan yang terhubung dengan NCB-Interpol Indonesia.

Cabang Interpol di Indonesia.


Karena telah bergabung dengan Interpol maka Indonesia wajib memiliki kantor Interpol yang dinamakan NCB-InterpolNCB-Interpol merupakan kantor cabang Interpol di masing-masing negara anggota. Di Indonesia, NCB-Interpol berkedudukan di Markas Besar Polri. Kepala NCB-Interpol Indonesia dijabat oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugas sehari-hari diemban oleh Sekretaris NCB-Interpol Indonesia (berpangkat Brigadir Jenderal). DiNCB-Interpol Indonesia terdapat 6 bidang yang masing-masing dikepalai oleh seorang Kabid (berpangkat Kombes) dan Subbag Renmin (berpangkat AKBP). Bidang-bidangnya antara lain :
  1. Bidang Interpol yang bertugas melaksanakan kerja sama internasional kepolisian dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan transnasional.
  2. Bidang Kermadiksipol (kerja sama pendidikan dan misi kepolisian) bertugas melaksanakan kerja sama internasional dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM Polri dan merintis partisipasi Polri dalam misi perdamaian internasional di bawah PBB maupun misi organisasi lainnya.
  3. Bidang Protokol bertugas melaksanakan kegiatan protokoler perjalanan dinas pejabat Polri ke luar negeri dan kunjungan tamu pejabat asing atau organisasi internasional.
  4. Bidang Kominter (komunikasi internasional) bertugas melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran informasi  dalam rangka kerja sama internasional kepolisian.
  5. Bidang Konvint (konvensi internasional) bertugas melaksanakan penyusunan perjanjian internasional dan menyelenggarakan pertemuan internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan transnasional.
  6. Bidang Lotas (LO dan perbatasan) bertugas melaksanakan pembinaan kantor penghubung (Liaison Officer) Polri di luar negeri dan mengkoordinir kegiatan LO polisi negara lain di Indonesia serta memfasilitasi penanganan masalah di perbatasan negara yang memerlukan tindakan kepolisian.
Polri memiliki beberapa LO di negara lain yang berbentuk atase kepolisian dan staf teknis kepolisian. Atase kepolisian berkedudukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia sedangkan Staf Teknis Kepolisian berkedudukan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Atase Kepolisian disingkat Atpol saat ini sudah ditempatkan di 7 negara yaitu Malaysia, Australia, Saudi Arabia, Thailand, Filipina, Timor Leste dan USA sedangkan ke depan direncanakan untuk penempatan Atpol di Singapura, Hong Kong, Belanda, China, dll. Sedangkan untuk Staf Teknis saat ini telah ditempatkan di Penang, Kuching dan Tawao (kesemuanya di Malaysia). Rencana ke depan akan ditempatkan Staf Teknis di Davao-Filipina, Johor Bahru-Malaysia, Jeddah-Arab Saudi, Darwin-Australia, dll. Disamping LO di atas, Polri juga memiliki perwakilan di sekretariat ASEANAPOL dan direncanakan juga untuk menempatkan LO di organisasi internasional lainnya seperti LOBANG (LO-Bangkok, kantor regional Interpol wilayah Asia Pasifik), ICPO-Interpol Lyon-Perancis, PBB New York-USA, dll. Sedangkan untuk LO kepolisian negara asing di Indonesia, dikoordinir dalam wadah IFLEC yaitu International Foreign Law Enforcement Community. Saat ini LO Kepolisian yang telah bergabung dalam IFLEC antara lain PDRM-MalaysiaAFP-Australia,FBI-USANPA-JepangKNPA-Korea Selatan, dll. Disamping itu juga ada satu wadah koordinasi tidak resmi yaitu Tim Koordinasi Interpol yang beranggotakan berbagai instansi dan departemen di Indonesia seperti BIPPATKBea CukaiImigrasiKemlu, dll untuk mempermudah dan mempercepat proses kerja sama internasional yang membutuhkan penanganan instansi/departemen sesuai dengan lingkup tugasnya.
Banyak hal yang bisa dimanfaatkan dengan keberadaan NCB-Interpol Indonesia seperti :
  1. bantuan penyelidikan (pengecekan identitas, keberadaan seseorang, data exit/entry seseorang dari/ke suatu negara, dokumen, alamat, catatan kriminal, status seseorang, dll),
  2. bantuan penyidikan (pemeriksaan saksi/tersangka, pengiriman penyidik ke suatu negara, pinjam barang bukti, penggeledahan, penyitaan lintas negara, pemanggilan saksi, dll),
  3. pencarian buronan yang lari ke negara lain, dll.
Di dalam kerja sama internasional, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh antara lain melalui jalur police to police. Jalur ini bisa ditempuh apabila telah memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara yang diajak atau diminta untuk kerja sama. Apabila tidak bisa ditempuh, dapat melalui jalur Interpol. Jadi NCB-Interpol Indonesia yang menghubungkan ke NCB-Interpol negara lain untuk memintakan/dimintakan kerja samanya. Dan apabila hal ini masih juga tidak memungkinkan, baru ditempuh jalur resmi yaitu melalui saluran diplomatik dengan pengajuan melalui Kementerian Luar Negeri RI yang mewakili Pemerintah Indonesia untuk berhubungan dengan pemerintah negara lain. Perlu digarisbawahi bahwa apabila penyidik belum memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara setempat maka dia tidak bisa/tidak boleh meminta bantuan ke negara tersebut. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran mekanisme kerja sama dan bisa menimbulkan akibat dari mulai tidak ada tanggapan, protes melalui saluran diplomatik, teguran KBRI/Kemlu kepada Kapolri sampai citra negatif negara lain terhadap Polri.
Bentuk-bentuk kerja sama yang telah dilakukan Polri dengan negara lain berupa perjanjian-perjanjian baik perjanjian ekstradisi maupun perjanjian MLA. Perjanjian ekstradisi yang telah dilaksanakan antara lain dengan Malaysia (UU No. 9 Tahun 1974), dengan Filipina (UU No. 10 Tahun 1976), dengan Thailand (UU No. 2 Tahun 1978), dengan Australia (UU No. 8 Tahun 1994), dengan Hong Kong (UU No. 1 Tahun 2001), dengan Korea Selatan (UU No. 42 Tahun 2007) dan dengan RRC (proses ratifikasi). Sedangkan perjanjian MLA telah dilaksanakan antara lain dengan Australia (UU No. 1 Tahun 1999), dengan RRC(UU No. 8 Tahun 2006), dengan ASEAN (UU No. 15 Tahun 2008), dengan Hong Kong (proses penandatanganan) dan dengan USA (proses perundingan). Bentuk kerja sama lainnya yaitu berupa MoU-MoU dalam rangka penanggulangan transnational crime maupun capacity building, pendidikan dan latihan (seperti : JCLECBKAICITAPJICAFBI, ATA, ILEA, Platina, CoESPU, dll) serta pertemuan-pertemuan internasional yaitu Sidang Umum ICPO-Interpol, ARC (Asean Regional Conference), ASEANAPOL, SOMTC (Senior Officer Meeting on Transnational Crime), AMMTC (Asean Ministerial Meeting on Transnational Crime), Operation Storm (operasi obat-obatan palsu), UNODC (United Nations Office on Drugs and Crimes).
Sekarang akan saya jelaskan masalah ekstradisi. Di Indonesia, ekstradisi diatur dengan UU No. 1 Tahun 1979 tentang ekstradisi. Pengertian dari ekstradisi adalah penyerahan tersangka/terpidana dari negara diminta kepada negara peminta karena melakukan tindak pidana di wilayah negara peminta untuk diadili atau menjalani hukuman. Salah satu prinsip internasional dalam mengekstradisi seseorang adalah “double criminality”. Maksudnya adalah bukan seseorang yang melakukan tindak pidana dua kali atau di dua negara tetapi maksudnya adalah bahwa tindak pidana tersebut juga dianggap tindak pidana di negara peminta/diminta. Misalnya WNI melakukan pembunuhan di Indonesia dan kabur ke Inggris maka Indonesia bisa meminta Inggris untuk mengekstradisi orang tersebut karena pembunuhan di Inggris juga merupakan tindak pidana. Lain halnya apabila seorang WNI berjudi di Indonesia kemudian lari ke Singapura. Orang tersebut tidak bisa dimintakan ekstradisi karena di Singapura judi bukan merupakan tindak pidana. Proses pengajuan ekstradisi dari negara lain ke Indonesia apabila sudah ada perjanjian adalah sebagai berikut : dari negara tersebut mengajukan ke Kemlu RI kemudian diteruskan oleh Kemlu RI ke Kemenkumham. Setelah diteliti dan semua syarat terpenuhi maka disampaikan ke Polri untuk pencarian, penangkapan dan penahanan. Kemudian diajukan ke kejaksaan untuk penuntutan dan diadili di pengadilan. Setelah ada ketetapan pengadilan tentang identitas yang bersangkutan maka berkas dikembalikan ke Kemenkumham untuk dilaporkan kepada Presiden dan apabila telah disetujui baru dilaksanakan ekstradisi. Sedangkan apabila belum ada perjanjian, prosesnya hanya berbeda saat permohonan telah sampai di Kemenkumham maka diajukan ke Presiden terlebih dahulu untuk dimintakan persetujuan dan apabila disetujui maka proses bisa diteruskan. Untuk proses permintaan ekstradisi ke negara lain adalah sebagai berikut : permintaan disampaikan oleh Kapolri atau Jaksa Agung kepada Kemenkumham dan diteruskan ke Kemlu RI untuk disampaikan ke negara lain. NCB-Interpol Indonesia berkoordinasi dengan NCB-Interpol negara setempat untuk memonitor prosesnya. Jadi secara singkatnya seperti ini, ketika Polri atau polisi negara lain sedang mencari buronan yang kabur ke negara lain, baik berstatus tersangka maupun terpidana, maka langkah pertama mengajukan untuk diterbitkan Red Notices ke ICPO-Interpol melalui NCB-Interpol. Red Notices ini dalam sekejap akan disebarkan ke seluruh negara anggota Interpol untuk membatasi pergerakan buronan tersebut. Red Notices berlaku seperti DPO (daftar pencarian orang). Ketika suatu negara mendeteksi keberadaan buronan yang sedang dicari, negara tersebut memberitahukan ke negara pencari untuk dimintakan ekstradisi. Kewajiban negara setempat adalah menangkap orang tersebut dan menahannya (provisional arrest) sampai dilaksanakannya ekstradisi. Atau apabila telah diketahui bahwa buronan tersebut kabur ke suatu negara, maka bisa dimintakan secara langsung ke negara tersebut untuk penahanan (provisional arrest) bila dianggap perlu atau langsung dimintakan ekstradisi.
Apabila ekstradisi dipergunakan untuk mencari dan memulangkan buronan (tersangka/terpidana), lain halnya dengan MLA (mutual legal assistance in criminal matters) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Dasar hukum MLA adalah UU No. 1 Tahun 2006 tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana. MLA dipergunakan untuk kepentingan penyidikan yaitu mendapatkan alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat dan keterangan terdakwa serta untuk kepentingan penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan dan untuk perampasan barang bukti. Proses pengajuannya adalah dari Kapolri / Jaksa Agung / Ketua KPK (tipikor) diajukan ke Kemenkumham untuk diteruskan melalui saluran diplomatik yaitu Kemlu/KBRI kepada negara setempat. Sedangkan proses permintaan MLA dari negara lain yaitu melalui Kemlu diteruskan ke Kemenkumham untuk diteliti kelengkapan persyaratannya baru kemudian disampaikan ke Kapolri/Jaksa Agung. Apabila telah dilaksanakan apa yang dimintakan baru dikembalikan ke Kemenkumham untuk diteruskan ke negara setempat melalui saluran diplomatik (Kemlu/KBRI). Berbeda dengan apabila permintaan MLA berkaitan dengan perampasan harta kekayaan karena setelah dilakukan penggeledahan dan penyitaan serta perampasan oleh Kapolri/Jaksa Agung maka diajukan terlebih dahulu ke pengadilan apabila ada keberatan dari pemiliknya. Baru setelah ada keputusan dilanjutkan dengan proses di atas.
Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstradisi ataupun MLA yang kesemuanya tercantum di dalam Undang-Undang sehingga menimbulkan kesan bahwa ekstradisi ataupun MLA lambat, berbelit-belit dan prosesnya lama. Namun hal tersebut semata-mata untuk menghormati dan mematuhi ketentuan atau peraturan baik di negara sendiri maupun negara lain. Inilah sekelumit bidang tugas di NCB-Interpol Indonesia, bagi pengunjung yang ingin bertanya atau mengajukan saran dan kritik silahkan via comment post atau email.

0 komentar:

Posting Komentar

Pengunjung